Kaya
Ada seorang yang kaya raya. Dia sangat berhitungan dengan uangnya, bahkan terhadap isterinya sendiri. Suatu minggu, disiang hari bolong, waktu sedang bersantai di teras rumahnya, tiba-tiba rumahnya didatangi sekawanan perampok sadis. Dia shock dan trauma sekali.Dia lalu pindah ke rumah lain yang lebih besar dan lebih ketat juga penjagaan keamanannya. Tetapi persoalannya tidak selesai sampai disitu. Dia terus dibayangi rasa takut. Takut terhadap dunia luar, takut terhadap orang asing. Setiap hari kerjanya hanya mengurung diri di kamar, tidak mau makan. Ternyata uang dan kekayaannya tidak bisa membuat hidupnya damai dan bahagia. Memang tidak salah untuk menjadi kaya, tetapi hati-hati kekayaan dapat juga membahayakan. Membahayakan, bila kita ingin menjadi kaya dengan menghalalkan segala cara. Membahayakan, bila kekayaan itu membuat kita hanya memikirkan diri sendiri dan kita nikmati sendiri. Kita menjadi egois dan egosentris. Kekayaan sesungguhnya adalah berkat Tuhan.
Kekayaan tidak identik dengan uang atau materi. Kekayaan menyangkut juga talenta, tenaga, pikiran, perhatian, penghiburan dan kasih yang kita miliki. Jikalau kekayaan merupakan berkat Tuhan, maka biarlah kita belajar untuk tidak lupa memberi. Barangkali dengan kekayaan yang kita miliki, kita dapat menolong, menyelamatkan, menghibur, menguatkan atau membahagiakan hidup orang lain. Bukankah Tuhan mengajarkan kita bahwa, "Lebih berbahagia memberi daripada menerima (Kis. 20:36)?" Karena itu janganlah kita hanya menyimpan kekayaan untuk diri sendiri. Kekayaan akan semakin indah apabila orang lain pun turut merasakan dan menikmatinya. Selamat memberi dan berbagi. (Lien)
"Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. Kalau engkau mengamat-amatinya, Ienyaplah ia, karena tiba--tiba ia bersayap, Ialu terbang ke angkasa seperti raja wali".(Amsal 23:4-5)
Labels: Artikel
<< Startseite