banjir bandang 1990

Disebelah rumah itu ada lapangan besar yang di sampingnya ada selokan besar kira-kira tingginya 2 meter lebih dan lebarnya 1 meter, setelah papa ngunci pintu depan kita keluar rumah dan melihat depan rumah serta lapangan udah tenggelam penuh air eh..... papa malah nekat mau ngajak kita lewat kesana, saat itu aku di gandeng papa dengan tangan kanan sambil papa gendong Arin, dan mama gandeng tangan kakakku Lely sambil gendong si Finsa, terus mama bilang sama papa, "Pa....apa kita mau mati kok jalan kesana??", aku nggak tau dah beberapa kali aku sama kakakku Lely minum air banjir weekkkk.........sampai muntah-muntah karena jijik padahal kami udah jalan jinjit-jinjit kakinya tapi ya tetep minum air juga lha wong semakin cepet naiknya tuh air.
Setelah papaku sadar kalau dia udah salah cari jalan, lalu dia nunjuk lengkong belakang rumah yang bisa tembus sama rumah tetangga depan yang datarannya lebih tinggi dari tempat kita dan disitu juga ada sumur yang pendek banget jadi nggak bakalan terlihat karena air banjir yang menutupi, makanya kita mesti hati-hati juga kalau nggak pengen terbelusuk ke dalam. Dan disitu juga ada pintu dari belakang rumah kami yang tembus ke pekarangan tetangga yang biasanya di kunci, puji Tuhan saat itu nggak terkunci jadinya kita bisa keluar lewat pekarangan rumah mereka dan mencari tempat perlindungan, tak henti-hentinya ucapan syukur kepada Tuhan keluar dari mulut kami karena kami selamat.
Buat keluarga kami itu suatu Mujizat karena apa yang akan terjadi kalau pintu pekarangan tetangga kami terkunci?? maka kami sekeluarga pasti akan mati tenggelam atau terbawa arus air entah kemana?, Terima kasih Tuhan buat kasihMu karena Engkau telah selamatkan kami dari bencana banjir.
Kami sekeluarga dan orang-orang kampung lainnya di tampung di sebuah rumah yang nggak terkena banjir karena emang tinggi rumahnya dan mereka orang kaya, disana kita di tampung di garasi mobil mereka yang besar dan di beri minum juga makanan ringan, sambil makan dengan baju yang masih basah dan menggigil kedinginan kulihat mama dan papa serta kedua adikku yang kedinginan juga, lalu kucoba bertanya kepada tuan rumah mungkin ada selimut buat adik-adikku dan puji Tuhan mereka memberinya setelah bilang trima kasih cepat-cepat kuselimutkan ke mama dan kedua adikku yang menangis kedinginan.
Kulihat langit mulai terang lalu kita mulai jalan menuju ke rumah adik papa yang tempat tinggalnya di dataran atas dan nggak begitu jauh dari kami kira-kira 45 menit di tempuh jalan kaki, dan ternyata di jalan kami bertemu dengan adik papa yang lagi nyari-nyari kami untuk tau keadaan kami, seketika kami berpelukan sambil menangis karena kami selamat dan bisa bertemu kembali.
Setelah mandi ganti baju dan makan aku, papa dan kakakku Lely pergi untuk melihat keadaan rumah kami, kebetulan airnya cepat surut tapi banyak lumpur yang tertinggal, dan sepanjang jalan menuju rumah kami banyak di temukan korban-korban banjir yang mayatnya tertutup lumpur dan di letakkan di pinggir jalan untuk di kenali oleh pihak keluarga, sungguh prihatin dan sedih rasanya di hati sampai aku dan kakakku nangis melihatnya sambil memeluk papa. Kagetnya lagi saat aku lihat keluarganya temen sekolahku satu kelas yang sedang menangisi mayat di depannya, setelah kulihat oh....Tuhan ternyata itu mayat temen satu kelasku namanya Hentik Handayani langsung aku teriak dan menangis di pelukan papa karena nggak kuat melihatnya. Hentik anak yang baik dan pendiam nggak nyangka kalau dia harus meninggal dengan cara begitu, aku berdoa dalam hati supaya Tuhan memberi tempat terindah buatnya disana dan memberi kekuatan buat keluarga yang di tinggalkannya.
Setelah kami mengucapkan bela sungkawa kami pergi melihat rumah kami yang masih tertutup rapi tapi setelah di buka semua tertutup dengan lumpur juga pakaian kami yang ada di lemari, kita bertiga hanya terpaku melihat semua tanpa ada suara. Tiba-tiba terdengar ada yang mengetuk pintu rumah kami dan ternyata rombongan guru dan teman-teman dari sekolah kakakku yang datang untuk memberi bantuan makanan, pakaian dan juga uang untuk keluarga kami, ucapan terima kasih dan rasa syukur kami ucapkan pada mereka yang telah perduli dan pertolongan Tuhan yang tepat pada waktunya.
Sebulan lebih kami tinggal di rumah adikknya papa sambil renovasi rumah sedikit demi sedikit sampai rumah kami kembali layak di tempati, masih ada perasaan takut kadang kalau hujan turun sehari penuh di tempat kami dan bikin kami tidak tenang, makanya papa memutuskan untuk pindah rumah ke tempat yang datarannya tinggi supaya keluarga kami nggak trauma lagi. Setahun setelah kejadian itu kita pindah rumah dan tenang di rumah yang baru nggak takut lagi kalau kena banjir, dan semua itu karena pertolongan Tuhan dan Mujizat buat keluarga kami sehingga kami masih bisa menghirup udara segar di pagi hari hingga saat ini.
<< Startseite